Laporan dari Kupang
Pengakuan Tersangka Pembunuh Staf UNHCR

Kupang: Aksi Pembunuhan atas staf UNHCR tanggal 6 September lalu merupakan akumulasi dari kebencian dan dendam warga prointegrasi terhadap hasil jajak pendapat di Timor Timur. Dendam ini sudah dimulai sejak mereka masih hidup di Tim-Tim, hingga di kamp pengungsian, dan kemudian mencapai puncaknya saat terjadi pembunuhan terhadap mantan komandan Laksaur, Olivio Mendoza. 

Hal ini muncul dari pengakuan Yulius Naisama dan Xisco Parera, dua dari enam tersangka pembunuh staf UNHCR yang kini sedang di tahan di Mapolda NTT, Kupang, kepada wartawan, Jumat (13/10). Para wartawan yang menemui para tersangka, ditemani petinggi Untas, masing-masing: Sekjen Untas, Filomeno Hornay; Jubir Untas, Mario Vieira; Deputi Hukum dan HAM, Carlos de Vatima; serta kuasa hukum para tersangka, Nicholay Bengu, SH. 

Menurut Yulius, dia dan kelima temannya membunuh staf UNHCR karena dendam yang berkepanjangan terhadap hasil jajak pendapat. Juga dendam terhadap orang kulit putih yang telah membunuh sanak keluarga mereka. "Ketika dilakukan jajak pendapat waktu itu, saya bekerja di UNAMET. Saya tahu ketiga staf UNHCR yang kami bunuh itu karena mereka saat itu juga bekerja di UNAMET. Dan merekalah yang menyuruh anggota CNRT untuk menculik dan membunuh warga prointegrasi, termasuk isteri dan anak saya, yang sampai saat ini saya tidak tahu dikuburkan di mana," tutur Yulius. 

Hal lain yang membuat mereka mendendam pada staf UNHCR, adalah karena sikap sombong mereka dan juga sikap pilih kasih. UNHCR dalam membagi bantuan, menurut mereka, lebih mengutamakan warga pro-kemerdekaan. "Sejak kami kecil hingga kami meninggalkan Tim-Tim, kerja kami hanya melayani mereka (orang asing). Jadi kemerdekaan kami dipasung," kata Xisco. 

Tersangkas pembunuh staf UNHCR yang telah ditahan aparat kepolisian di Kupang berjumlah enam orang, masing-masing: Xisco Parera, Yuliuas Naisama, Joco Aleves da Costa, Joao Matheus, Serapun Ximene, dan Joao Fransisco. 

Pimpinan Untas hingga berita ini diturunkan belum mau memberi keterangan atau tanggapan atas pengakuan para tersangka tersebut. (Sumber: TEMPO Interaktif, 14 Oct 2000 Ronald Amapiran)