Sinisme buat Media
Judul Film         :Natural Born Killer
Tahun             : 1994
Sutradara        : Oliver Stone
Pemain            : Woody Harrelson, Juliette Lewis, Robert Downey Jr., Tommy Lee Jones

Menonton televisi adalah menjejalkan sejumlah citra yang mewakili interpretasi atas sebuah realitas. Pada suatu titik, dimana manusia telah mengandalkan citra untuk bersentuhan dengan dunia luar, maka ia menggapai-gapai dalam dunia maya. Ia menyentuh citra, tapi tentu saja citra bukanlah relaitas, meskipun dunia maya lebih gampang diafirmasi.

Maka, bila citralah yang menyetir diskursus dalam masyarakat, niscaya masyarakat itu berjalan sambil mimpi atau mimpi sambil berjalan. Dan terpergoklah sebuah masyarakat yang telah nyaris jenuh oleh televisi; situasi yang telah kita dengan cara naif: sebuah loncatan yang gegabah dan sekaligus sebuah keniscayaan; dari tradisi lisan mulut ke dunia maya audio visual televisi yang menglobal.

Mengutip neil Postman, medium adalah metaforanya dan bentuk konversinya akan menyeleksi substansinya. Makanya, orang akan membentuk sebuah dunia abstrak (dan itu tradisi yang terbentuk dari dunia media cetak) tapi tidak saat nonton televisi. Televisi mengirimkan gambar-gambar yang tak perlu diimajinasikan lagi.

Reduksi macam itu mengiring televisi untuk memformat dirinya dalam tayangan yang sebisa-bisanya enak ditonton, sebab sifat visualnya mengharuskannya begitu. Dan Amerika, telah sampai pada titik itu, diskursus politik telah menjadi pentas hiburan besar-besaran.

Setidaknya dimata Neil Postman atau Oliver Stone. Lalu, Mickey (Woody Harrelson), dan Mallory (Juliette Lewis), sepasang kekasih yang merupakan pembunuh berdarah dingin itu menjadi bintang televisi. Pembunuhan, apalagi berantai dan tanpa sebab yang jelas tentu saja menjadi Hot News. Di sana ada kekerasan, pembunuhan, suspens serta romantisme sepasang kekasih penjagal manusia yang absurd; segala yang bisa dikomoditikan sebagai berita.

Pembunuhan bukanlah tragedi manusia, tapi mirip komik silat bersambung yang menyodok rasa ingin tahu konsumen media; sekaligus memuaskan naluri sadisme yang terpendam jauh di benak sebuah masyarakat yang makin teralienasi dari dirinya sendiri.

Oliver Stone menggarap film ini dengan rasa humor yang ironis dan sekaligus mengandung satiere di dalamnya. Pembunuhan-pembunuhan digambarkan dalam adegan-adegan yang sadis tapi sekaligus juga karikatural. Atau dalam tayangan-tayangan yang seakan dicuplik begitu saja dari sebuah acara TV. 

Film ini memang tidak digarap dengan realis. Animasi-animasi kartun bermunculan di layar, warna-warna artifisial mendominasi sebuah adegan, atau bahkan sebuah flashback digambarkan ala sebuah serial komedi televisi. Cerita yang ditulis Quentin Tarantino (Pulp Fiction) menegaskan nuansa ketidakwajaran film ini.

Menonton Natural Born Killer adalah membaca sinisme Oliver Stone terhadap media yang menyulap pembunuh menjadi bintang dan menangkap keprihatinannya terhadap dunia maya yang tercipta dari hiburanisasi diskursus publik. Mick & Mallory Knox adalah legenda yang lahir dari mistifikasi media oleh masyarakat yang sudah terlanjur sakit. ( dirmawan hatta---disarikan dari geber no 1/1996)